Punya anak laki-laki, tapi kok suka bermain boneka dan bergaya seperti perempuan? Boleh dibilang, sebagian besar orang tua tidak akan senang melihat kenyataan itu terjadi pada anak laki-laki mereka. Namun, bila ini yang terjadi, psikolog Elly Risman Musa meminta agar para orang tua memahami dulu bagaimana hal ini bisa terjadi.
Elly mengatakan, menjadi laki-laki atau perempuan memengaruhi bagaimana penampilan mereka, bagaimana mereka menggerakkan tubuh, bekerja, bermain dan berpakaian/berdandan. Hal ini juga memengaruhi persepsi mereka terhadap diri mereka dan apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka.
Semua karakteristik menjadi laki-laki atau perempuan disebut gender. Menjadi laki-laki dan perempuan membawa kecenderungan yang berbeda. Anak laki lebih agresif dalam tindakan dan kata-kata daripada anak perempuan sejak usia prasekolah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak perempuan lebih empatik, kooperatif kepada orangtua dan cenderung mencari persetujuan dari orang dewasa.
Pembentukan kepribadian seorang anak laki atau perempuan sangat dipengaruhi oleh cara orangtua memperlakukan anak, pengaruh teman dan budaya. Anak cenderung meniru orang yang dijadikan sebagai model. Pada masa kanak-kanak anak meniru orangtua yang sama jenis kelaminnya. Mereka meniru tingkah laku orangtua atau orang dewasa lain terutama tingkah laku yang mendapat respons positif.
Lebih lanjut, ibu tiga orang putri ini mengungkapkan, perlakuan orangtua memengaruhi pengetahuan anak-anak, misalnya anak perempuan tahu bahwa main bola adalah permainan untuk laki-laki. Ayah cenderung memperlakukan anak laki-laki dan anak perempuan secara berbeda daripada ibu. Ayah menunjukkan sikap tidak suka jika anak laki-laki main boneka. Ibu lebih banyak berbicara dengan anak perempuan daripada anak laki-laki. Ayah lebih banyak bermain dengan anak laki-laki daripada dengan anak perempuan.
Teman sebaya memiliki pengaruh yang dapat membentuk kepribadian anak laki-laki maupun anak perempuan dengan cara memberi respons positif atau negatif pada tingkah laku temannya. Biasanya anak laki-laki menunjukkan sikap tidak suka jika ada teman yang bertingkah laku keperempuan-perempuanan. Selain itu media juga dapat memengaruhi tingkah laku anak. ''Sinetron yang sering menampilkan banci dapat memengaruhi pembentukan peran gender anak laki-laki,'' ujarnya.
Oleh karena itu, orangtua harus memperlakukan anaknya sesuai jenis kelaminnya dan memberi penguatan pada tingkah laku yang sesuai gendernya. Orangtua juga harus menjadi contoh yang baik untuk anak karena pada awal awal kehidupan, anak mengidentifikasikan dirinya dengan orangtua. Orangtua harus mengembangkan keperempuanan dan keibuan anak perempuan dan mengembangkan kelaki-lakian dan kebapakan anak laki-laki.
Orangtua, lanjut Elly, harus menunjukkan rasa syukur atas anugerah anak baik laki-laki atau perempuan. Terimalah semua kelebihan dan kekurangan anak dari sisi fisik maupun sifat sifat bawaannya agar jati diri anak berkembang apa adanya. Dia akan berkembang menjadi dirinya sendiri.
Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati ini menambahkan, pada hal-hal tertentu anak laki maupun perempuan dapat diperlakukan sama misalnya dalam mengajarkan ilmu dan pengetahuan. Orangtua tidak perlu membedakan kesempatan belajar --seperti yang terjadi di waktu lalu di mana anak laki-laki selalu mendapat kesempatan belajar lebih baik dengan anggapan anak perempuan akan tinggal di rumah jadi tidak perlu pendidikan tinggi.
Anak perempuan dan anak laki-laki juga sama-sama diajarkan membantu pekerjaan rumah. Sebab, anak laki-laki maupun perempuan juga harus dapat memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kelak di suatu hari nanti mereka harus tinggal di asrama mereka dapat menata kamar dengan baik. Lebih jauh lagi jika mereka sudah berkeluarga mereka dapat saling membantu.
Pada kasus anak laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan, mungkin disebabkan beberapa faktor. Pertama, anak bergaul dengan kakak yang semuanya perempuan. Bisa jadi anak meniru cara berbicara atau bergaya kakak-kakaknya. Belum lagi respons orangtua atau orang dewasa lain yang tertawa atau tidak marah ketika dia bergaya seperti perempuan. Kalaupun ada kasus yang terjadi sejak kecil, kemungkinan terjadi kelainan kromosom. Namun, kasus ini sangat jarang.
Jika ada anak yang seperti ini, secara bertahap orangtua membicarakan pada anak tentang apa apa yang diharapkan dari seorang laki-laki (mengubah cara pandang anak itu agar ada perubahan persepsi tentang dirinya).
Ayah mulai dilibatkan dalam pengasuhan agar anak memiliki tokoh identifikasi atau model dari jenis kelamin yang sama. Hal ini harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati dan tidak secara terburu-buru karena anak membutuhkan waktu untuk menyadari adanya perbedaan pada dirinya. ''Sebenarnya penyadaran peran jenis kelamin harus terbentuk sebelum anak memasuki TK sehingga ketika sudah memasuki SD ia akan tahu bagaimana harus bertingkah laku,'' tutur Elly.
referensi : http://id.she.yahoo.com/kok-si-anak-cowok-bergaya-melambai-bagaimana-ini-061847009.html
Elly mengatakan, menjadi laki-laki atau perempuan memengaruhi bagaimana penampilan mereka, bagaimana mereka menggerakkan tubuh, bekerja, bermain dan berpakaian/berdandan. Hal ini juga memengaruhi persepsi mereka terhadap diri mereka dan apa yang dipikirkan orang lain tentang mereka.
Semua karakteristik menjadi laki-laki atau perempuan disebut gender. Menjadi laki-laki dan perempuan membawa kecenderungan yang berbeda. Anak laki lebih agresif dalam tindakan dan kata-kata daripada anak perempuan sejak usia prasekolah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak perempuan lebih empatik, kooperatif kepada orangtua dan cenderung mencari persetujuan dari orang dewasa.
Pembentukan kepribadian seorang anak laki atau perempuan sangat dipengaruhi oleh cara orangtua memperlakukan anak, pengaruh teman dan budaya. Anak cenderung meniru orang yang dijadikan sebagai model. Pada masa kanak-kanak anak meniru orangtua yang sama jenis kelaminnya. Mereka meniru tingkah laku orangtua atau orang dewasa lain terutama tingkah laku yang mendapat respons positif.
Lebih lanjut, ibu tiga orang putri ini mengungkapkan, perlakuan orangtua memengaruhi pengetahuan anak-anak, misalnya anak perempuan tahu bahwa main bola adalah permainan untuk laki-laki. Ayah cenderung memperlakukan anak laki-laki dan anak perempuan secara berbeda daripada ibu. Ayah menunjukkan sikap tidak suka jika anak laki-laki main boneka. Ibu lebih banyak berbicara dengan anak perempuan daripada anak laki-laki. Ayah lebih banyak bermain dengan anak laki-laki daripada dengan anak perempuan.
Teman sebaya memiliki pengaruh yang dapat membentuk kepribadian anak laki-laki maupun anak perempuan dengan cara memberi respons positif atau negatif pada tingkah laku temannya. Biasanya anak laki-laki menunjukkan sikap tidak suka jika ada teman yang bertingkah laku keperempuan-perempuanan. Selain itu media juga dapat memengaruhi tingkah laku anak. ''Sinetron yang sering menampilkan banci dapat memengaruhi pembentukan peran gender anak laki-laki,'' ujarnya.
Oleh karena itu, orangtua harus memperlakukan anaknya sesuai jenis kelaminnya dan memberi penguatan pada tingkah laku yang sesuai gendernya. Orangtua juga harus menjadi contoh yang baik untuk anak karena pada awal awal kehidupan, anak mengidentifikasikan dirinya dengan orangtua. Orangtua harus mengembangkan keperempuanan dan keibuan anak perempuan dan mengembangkan kelaki-lakian dan kebapakan anak laki-laki.
Orangtua, lanjut Elly, harus menunjukkan rasa syukur atas anugerah anak baik laki-laki atau perempuan. Terimalah semua kelebihan dan kekurangan anak dari sisi fisik maupun sifat sifat bawaannya agar jati diri anak berkembang apa adanya. Dia akan berkembang menjadi dirinya sendiri.
Pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati ini menambahkan, pada hal-hal tertentu anak laki maupun perempuan dapat diperlakukan sama misalnya dalam mengajarkan ilmu dan pengetahuan. Orangtua tidak perlu membedakan kesempatan belajar --seperti yang terjadi di waktu lalu di mana anak laki-laki selalu mendapat kesempatan belajar lebih baik dengan anggapan anak perempuan akan tinggal di rumah jadi tidak perlu pendidikan tinggi.
Anak perempuan dan anak laki-laki juga sama-sama diajarkan membantu pekerjaan rumah. Sebab, anak laki-laki maupun perempuan juga harus dapat memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Kelak di suatu hari nanti mereka harus tinggal di asrama mereka dapat menata kamar dengan baik. Lebih jauh lagi jika mereka sudah berkeluarga mereka dapat saling membantu.
Pada kasus anak laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan, mungkin disebabkan beberapa faktor. Pertama, anak bergaul dengan kakak yang semuanya perempuan. Bisa jadi anak meniru cara berbicara atau bergaya kakak-kakaknya. Belum lagi respons orangtua atau orang dewasa lain yang tertawa atau tidak marah ketika dia bergaya seperti perempuan. Kalaupun ada kasus yang terjadi sejak kecil, kemungkinan terjadi kelainan kromosom. Namun, kasus ini sangat jarang.
Jika ada anak yang seperti ini, secara bertahap orangtua membicarakan pada anak tentang apa apa yang diharapkan dari seorang laki-laki (mengubah cara pandang anak itu agar ada perubahan persepsi tentang dirinya).
Ayah mulai dilibatkan dalam pengasuhan agar anak memiliki tokoh identifikasi atau model dari jenis kelamin yang sama. Hal ini harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati dan tidak secara terburu-buru karena anak membutuhkan waktu untuk menyadari adanya perbedaan pada dirinya. ''Sebenarnya penyadaran peran jenis kelamin harus terbentuk sebelum anak memasuki TK sehingga ketika sudah memasuki SD ia akan tahu bagaimana harus bertingkah laku,'' tutur Elly.
referensi : http://id.she.yahoo.com/kok-si-anak-cowok-bergaya-melambai-bagaimana-ini-061847009.html